Beranda | Artikel
5 Rahasia Takdir yang Bikin Hidupmu Tenang Tanpa Cemas – Syaikh Abdullah al-Mayuf #NasehatUlama
15 jam lalu

Beriman kepada takdir memiliki manfaat yang yang luhur dan agung, wahai saudara-saudara! Buahnya tampak nyata pada kaum Muslimin, alhamdulillah. Di antara manfaat itu, apakah gerangan, wahai saudara-saudara? Apa, wahai Ahmad?

[PERTAMA] Ketenangan hati. Apabila seorang mukmin tertimpa suatu musibah, ia berkata, “Ini adalah takdir Tuhanku.” Maksudnya, Tuhanku telah mengetahui hal ini, menetapkannya, menghendakinya, dan mewujudkannya. Dia Maha Mengetahui dan Maha Melihat segala sesuatu. Allah lebih penyayang kepadaku daripada aku kepada diriku sendiri.

[KEDUA] Tidak merasa takjub terhadap amal salehnya. Wahai saudara-saudara, sifat ujub (berbangga diri) ini sering menimpa manusia. Manusia itu lemah, dan celah bagi setan untuk menggodanya sangat banyak. Apabila ia mengerjakan suatu amal lalu merasa takjub karenanya, setan pun datang membisikkan, “Kamu telah beramal ini dan itu!” Namun, apabila dia memohon perlindungan kepada Allah dari setan dan menyadari bahwa amal tersebut hanyalah terwujud karena takdir Allah, taufik-Nya, dan pertolongan-Nya, niscaya rasa ujub itu akan lenyap sama sekali.

Allah Ta’ala menghimpun kedua perkara ini dalam firman-Nya: “Supaya kalian jangan bersedih atas apa yang luput dari kalian, dan jangan pula terlalu gembira atas apa yang diberikan kepada kalian…” (QS. Al-Hadid: 23).

“Supaya kalian jangan bersedih,” maksudnya agar kalian tidak bersedih, tapi justru merasa tenang. “…dan jangan terlalu gembira…” maksudnya, jangan kalian merasa takjub terhadap amalan kalian. Sebaliknya, hendaklah kalian bersyukur kepada Allah atas karunia itu. Selain itu, wahai saudara-saudara, rasa syukur termasuk sebab terbesar yang dapat mengusir sifat ujub. Bagaimana mungkin orang yang bersyukur kepada Tuhannya akan merasa takjub terhadap amalnya sendiri? Mustahil! Bagaimana mungkin kamu bersyukur kepada Allah atas amal baik yang Dia mudahkan bagimu, lalu kamu malah takjub pada dirimu sendiri?

Adakah manfaat lainnya (dari beriman kepada takdir)? [KETIGA]
Ketulusan dalam bertawakal kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Disebutkan pula perkataan Syaikhul Islam terdahulu: orang yang mengingkari takdir—seperti kelompok Qadariyah—tidak mungkin benar-benar bertawakal kepada Allah. Adapun orang yang meyakini takdir Allah, tanpa diragukan lagi, ibadah tawakal pada dirinya akan menjadi kuat. Keyakinannya kepada Rabb-nya Subhanahu wa Ta’ala dan ketergantungannya hanya kepada-Nya pun semakin kokoh.

[KEEMPAT] Menguatkan tauhid rububiyah. Sebab, beriman kepada takdir termasuk bagian dari tauhid rububiyah.

[KELIMA] Mendorong seseorang untuk berikhtiar. Karena seorang Muslim, meskipun meyakini takdir Allah Ta’ala, tetap diperintahkan untuk apa? Untuk menempuh sebab-sebab (dengan berusaha dan berupaya). Penghulu seluruh manusia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam—semoga shalawat dan salam tercurah penuh kepadanya—juga senantiasa berusaha dan berupaya. Maka, beriman kepada takdir Allah bukan berarti menjadikannya berkata, “Kalau memang sudah ditakdirkan, biarlah datang sendiri, saya cukup duduk-duduk saja.” Bahkan burung pun tidak berpikir demikian; burung tetap berusaha mencari rezekinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung…” (HR. At-Tirmidzi).

======

الْإِيمَانُ بِالْقَدَرِ لَهُ فَوَائِدُ جَلِيلَةٌ يَا إِخْوَانُ وَعَظِيمَةٌ وَيَظْهَرُ أَثَرُهَا وَلِلَّهِ الْحَمْدُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ مِنْ هَذِهِ الْفَوَائِدِ مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ أَحْمَدُ؟

الطُّمَأْنِينَةُ المُؤْمِنُ الْمُطْمَئِنُّ إِذَا عَرَضَ لَهُ شَيْءٌ قَالَ هَذَا بِقَدَرِ رَبِّي وَمَعْنَى كَوْنِهِ بِقَدَرِ رَبِّي أَنَّ رَبِّي عَلِمَهُ وَكَتَبَهُ وَشَاءَهُ وَأَوْجَدَهُ فَهُوَ عَالِمٌ بِهِ مُطَّلِعٌ عَلَيْهِ وَهُوَ أَرْحَمُ مِنِّي بِنَفْسِي أَرْحَمُ بِي مِنْ نَفْسِي

الثَّانِي عَدَمُ الْعُجْبِ بِالْعَمَلِ وَالْعُجْبُ يَا إِخْوَانِي يُبْتَلَى بِهِ الْإِنْسَانُ الْإِنْسَانُ ضَعِيفٌ وَمَدَاخِلُ الشَّيْطَانِ عَلَيْهِ كَثِيرَةٌ فَإِذَا عَمِلَ عَمَلًا وَأَعْجَبَهُ دَخَلَ عَلَيْهِ الشَّيْطَانُ وَقَالَ عَمِلْتَ وَعَمِلْتَ فَإِذَا اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَاسْتَحْضَرَ أَنَّ هَذَا الْعَمَلَ الَّذِي عَمِلَهُ إِنَّمَا كَانَ بِقَدَرِ اللَّهِ وَتَوْفِيقِهِ وَإِعَانَتِه يَزُوْلُ عَنْهُ هَذَا الْعُجْبُ تَمَامًا

جَمَعَ اللَّهُ تَعَالَى هَاتَيْنِ الْمَسْأَلَتَيْنِ فِي قَوْلِهِ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ

لِكَيْ لَا تَأْسَوْا لَا تَحْزَنُوا بَلْ تَطْمَئِنُّوا وَلَا تَفْرَحُوا وَتُعْجَبُوا بِأَعْمَالِكُمْ بَلْ تَشْكُرُوا اللَّهَ عَلَيْهَا وَأَيْضًا الشُّكْرُ يَا إِخْوَانِي مِنْ أَعْظَمِ الْأُمُورِ الطَّارِدَةِ لِلْعُجْبِ إِذْ كَيْفَ يُعْجَبُ بِعَمَلِهِ مَنْ يَشْكُرُ رَبَّهُ؟ لَا يُمْكِنُ كَيْفَ تَشْكُرُ اللَّهَ عَلَى هَذَا الْعَمَلِ الَّذِي وَفَّقَكَ إِلَيْهِ ثُمَّ تُعْجَبُ أَنْتَ بِنَفْسِكَ

مِنْهَا أَيْضًا نَعَمْ؟ صِدْقُ تَوَكُّلٍ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَذُكِرَ كَلَامُ شَيْخِ الْإِسْلَامِ السَّابِقُ الْقَدَرِيُّ مَا يُمْكِنُ أَنْ يَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ فَمَنْ يُثْبِتُ الْقَدَرَ لَا شَكَّ تَقْوَى عِنْدَهُ هَذِهِ الْعِبَادَةُ تَقْوَى عِنْدَهُ ثِقَتُهُ بِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَاعْتِمَادُهُ عَلَيْهِ

أَيْضًا تَقْوِيَةُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوبِيَّةِ الْإِيْمَانُ بِالْقَدَرِ مِنْ مُفْرَدَاتِ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ

وَأَيْضًا فِعْلُ الْأَسْبَابِ لِأَنَّ الْمُسْلِمَ مَعَ إِيمَانِهِ بِقَدَرِ اللَّهِ تَعَالَى مَأْمُورٌ بِمَاذَا؟ مَأْمُورٌ بِفِعْلِ الْأَسْبَابِ وَإِمَامُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ عَلَيْهِ أَتَمُّ الصَّلَاةِ وَالتَّسْلِيْمِ كَانَ يَفْعَلُ الْأَسْبَابَ فَلَا يَعْنِي إِيْمَانُ الإِنْسَانِ بِقَدَرِ اللَّهِ إِذًا صَارَ هَذَا مَكْتُوبًا خَلَاصٌ يَجِيئُنِي وَأَنَا جَالِسٌ هَذَا حَتَّى الطَّيْرِ حَتَّى الطَّيْرِ مَا يَدُورُ فِي ذِهْنِهِ هَذَا الشَّيْءُ يَفْعَلُ الْأَسْبَابَ قَدْ قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ لَوْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ


Artikel asli: https://nasehat.net/5-rahasia-takdir-yang-bikin-hidupmu-tenang-tanpa-cemas-syaikh-abdullah-al-mayuf-nasehatulama/